About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 18 Desember 2012

Masalah Pendidikan di Indonesia


Peran Pendidikan dalam Pembangunan

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini. 
Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan

Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.

Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”
Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas

”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.

Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.



Pendidikan Indonesia Dinilai Kehilangan Arah
BANGKAPOS.COM, YOGYAKARTA  — Dunia pendidikan Indonesia dinilai telah kehilangan arah. Saat ini pendidikan hanya dimaknai sebagai teknik manajerial persekolahan yang hanya menitikberatkan pada kemampuan kognitif dan meminggirkan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan semacam itu dinilai hanya akan menghasilkan manusia yang individual, serakah, dan tidak memiliki rasa percaya diri.

Karena itulah, sejumlah pakar menilai pendidikan Indonesia perlu dikembalikan pada filosofi pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan yang bersifat nasionalistik, naturalistik, dan spiritualistik. Berangkat dari kondisi tersebut, sedikitnya 26 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Yogyakarta akan menggelar Kongres Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan 2012.

Menurut ketua panitia kongres, Dr Kunjana Rahardi, melalui kongres ini diharapkan bisa dirumuskan kembali prinsip-prinsip pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang memadai bagi pengembangan peradaban Indonesia di tengah globalisasi.

"Pendidikan itu seharusnya memanusiakan manusia. Kalau sistem pendidikan kita bisa konsisten menerapkan pendidikan yang nasionalistik, naturalistik, dan spiritualistik, yang holistik dan tidak sepotong-sepotong pasti akan menghasilkan manusia Indonesia yang berkarakter," kata Kunjana, Jumat (4/5/2012) di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Di tempat yang sama, Prof Sutaryo selaku ketua panitia pengarah mengatakan bahwa kongres ini bermula dari keprihatinan para pendidik di Yogyakarta, yang melihat bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah kehilangan arah.

"Konsep pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara saat ini telah mengalami kebekuan. Yang berkembang justru pendidikan dengan konsep dari Barat yang menjadikan manusia individualis dan serakah, yang tentunya tidak sesuai dengan bangasa kita," kata Prof Sutaryo.

Kongres itu sendiri akan dilaksanakan tanggal 7-8 Mei, bertempat di Balai Senat UGM. Dari kongres itu diharapkan akan muncul sebuah rekomendasi yang bersifat filosofis, ideologis, kebijakan, dan aplikasi pendidikan yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dan Pancasila. 

Selain menghadirkan Gubernur DIY Sultan HB X sebagai keynote speaker, kongres tersebut juga akan menghadirkan Prof Wiendu Nuryanti (Wamendikbud Bidang Kebudayaan), Prof Musliar Kasim (Wamendikbud Bidang Pendidikan), Prof Djoko Santoso (Dirjen Dikti), dan Dedy Gumilar (anggota Komisi X DPR), serta sejumlah tokoh lainnya.

Saat Galaksi Memangsa Galaksi dan Galaksi-Galaksi Raksasa Saling Bertabrakan




Dengan menggunakan “lensa” gravitasional di ruang angkasa, para astronom Universitas Utah menemukan bahwa pusat galaksi-galaksi terbesar bertumbuh menjadi lebih padat – memberi bukti terjadinya tabrakan dan penggabungan secara berulang-ulang antar galaksi-galaksi raksasa.
“Kami menemukan bahwa selama 6 miliar tahun terakhir, materi yang membentuk galaksi elips raksasa semakin terkonsentrasi ke arah pusat galaksi. Ini merupakan bukti bahwa galaksi besar menabrak galaksi besar lainnya untuk membuat galaksi yang lebih besar,” kata astronom Adam Bolton, penulis utama dalam studi baru ini.
“Penelitian-penelitian paling terbaru sebelumnya telah menunjukkan bahwa galaksi besar bertumbuh dengan cara memangsa galaksi-galaksi yang lebih kecil dalam jumlah banyak,” tambahnya. “Kami menunjukkan bahwa tabrakan besar antar galaksi besar adalah sama pentingnya dengan makanan kecil yang banyak.”
Studi baru ini — yang dipublikasikan dalam The Astrophysical Journal –dikerjakan oleh tim Bolton dari Sloan Digital Sky Survey-III dengan menggunakan teleskop optik selebar 2,5 meter pada Apache Point, N.M., dan Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang mengorbiti bumi.
Teleskop-teleskop ini pernah digunakan untuk mengamati dan menganalisa 79 “lensa gravitasional,” yang merupakan galaksi di antara bumi dan galaksi-galaksi yang jaraknya lebih jauh. Gravitasi galaksi lensa berguna dalam membelokkan cahaya yang berasal dari galaksi yang lebih jauh, menciptakan sebuah cincin atau sebagian cincin cahaya di sekitar galaksi lensa.
Ukuran cincin itu digunakan untuk menentukan massa pada setiap galaksi lensa, dan kecepatan bintang-bintangnya digunakan untuk menghitung konsentrasi massa di setiap galaksi lensa.
Bolton mengerjakan penelitian ini bersama dengan para tiga astronom lainnya dari Universitas Utah – peneliti pasca-doktoral Joel Brownstein, mahasiswa pascasarjana Yiping Shu dan sarjana Ryan Arneson -juga bersama para anggota Sloan Digital Sky Survey: Christopher Kochanek dari Universitas Ohio State; David Schlegel dari Lawrence Berkeley National Laboratory; Daniel Eisenstein dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics; David Wake dari Universitas Yale; Natalia Connolly dari Hamilton College, Clinton, NY; Claudia Maraston dari Universitas Portsmouth, Inggris, dan Benjamin Weaver dari Universitas New York.
Makanan besar dan makanan kecil untuk galaksi elips raksasa
Studi baru ini berurusan dengan jenis galaksi-galaksi elips terbesar yang pernah diketahui, masing-masing berisi sekitar 100 milyar bintang. Dengan menghitung “materi gelap” yang tak terlihat, galaksi-galaksi itu mengandung massa sebesar 1 triliun bintang seperti matahari kita.
“Mereka adalah produk akhir dari semua tabrakan dan penggabungan generasi-generasi galaksi sebelumnya, mungkin ratusan tabrakan,” kata Bolton.
Meskipun bukti terbaru dari studi lain menunjukkan bahwa galaksi elips raksasa bertumbuh dengan memangsa galaksi yang jauh lebih kecil, namun simulasi komputer Bolton sebelumnya menunjukkan bahwa tabrakan antar galaksi besar adalah satu-satunya penggabungan galaksi yang mengarah pada meningkatnya kepadatan massa di pusat galaksi elips raksasa.
Ketika sebuah galaksi kecil bergabung dengan yang lebih besar, polanya berbeda. Galaksi kecil terkoyak-koyak oleh gravitasi dari galaksi besar. Bintang-bintang dari galaksi kecil tetap berada di dekat pinggiran galaksi besar, bukan pusatnya.
“Tapi jika Anda memiliki dua galaksi yang kira-kira sebanding dan keduanya berada di jalur tabrakan, maka masing-masing lebih menembus ke pusat satu sama lain, sehingga ada lebih banyak massa yang berakhir di pusat,” kata Bolton.
Penelitian terbaru lainnya menunjukkan bahwa bintang-bintang menyebar lebih luas ke dalam galaksi dari waktu ke waktu, mendukung gagasan bahwa galaksi besar memangsa galaksi-galaksi yang jauh lebih kecil.
“Kami menemukan bahwa galaksi-galaksi itu semakin terkonsentrasi pada massa mereka dari waktu ke waktu meskipun kurang terkonsentrasi pada cahaya yang mereka pancarkan,” kata Bolton.
Bolton meyakini bahwa tabrakan antar galaksi besar menjelaskan bertumbuhnya konsentrasi massa tersebut, sedangkan galaksi yang menelan galaksi-galaksi kecil lebih menjelaskan cahaya bintang yang jaraknya jauh dari pusat galaksi.
“Kedua proses ini penting untuk menjelaskan gambarannya secara keseluruhan,” kata Bolton. “Cara berkembangnya cahaya bintang tidak dapat dijelaskan dengan tabrakan besar, jadi kita benar-benar membutuhkan kedua jenis tabrakan, yaitu tabrakan besar dan kecil — Yang besar dalam jumlah sedikit dan yang kecil dalam jumlah banyak.”
Gambar ini diambil dari Teleskop Ruang Angkasa Hubble, menunjukkan cincin cahaya dari galaksi jauh yang tercipta saat galaksi dekat berada pada latar depan — tidak ditunjukkan dalam gambar ini — bertindak sebagai “lensa gravitasional” untuk membengkokkan cahaya dari galaksi jauh sehingga membentuk cincin cahaya yang dikenal sebagai cincin Einstein. Dalam studi baru, astronom Adam Bolton beserta para kolega mengukur cincin ini untuk menentukan massa dari 79 galaksi lensa yang merupakan galaksi-galaksi elips raksasa. Studi ini menemukan bahwa pusat galaksi-galaksi besar itu semakin memadat dari waktu ke waktu, menjadi bukti terjadinya tabrakan berulang antar galaksi-galaksi raksasa. (Kredit: Joel Brownstein, Universitas Utah, untuk NASA/ESA dan Sloan Digital Sky Survey)
Studi ini juga menunjukkan bahwa tabrakan antar galaksi besar adalah “tabrakan kering” — artinya, galaksi-galaksi yang bertabrakan mengalami kekurangan gas dalam jumlah besar karena sebagian besar gasnya sudah membeku untuk membentuk bintang — dan bahwa galaksi-galaksi yang bertabrakan tidak saling memukul dalam posisi lurus satu sama lain, atau yang diistilah Bolton sebagai “pukulan menyerempet”.
Sloan Bertemu Hubble: Bagaimana Studi Dilakukan
Universitas Utah bergabung pada tahap ketiga Sloan Digital Sky Survey, yang dikenal sebagai SDSS-III, pada tahun 2008. Dengan melibatkan sekitar 20 lembaga riset di seluruh dunia, proyek yang terus berlanjut hingga tahun 2014 ini merupakan upaya internasional dalam memetakan luar angkasa sebagai cara untuk mencari planet-planet raksasa dalam sistem tata surya lain, mempelajari asal usul galaksi dan ekspansi alam semesta, serta menyelidiki materi gelap dan energi gelap misterius yang membentuk sebagian besar alam semesta.
Bolton mengatakan bahwa studi barunya ini “nyaris berkuah” dengan menyertakan sebuah proyek SDSS-III bernama BOSS (Baryon Oscillation Spectrographic Survey). BOSS berupaya dalam mengukur sejarah ekspansi alam semesta dengan presisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari energi gelap yang mempercepat perluasan alam semesta. Alam semesta diyakini hanya terdiri dari 4 persen materi biasa, 24 persen “materi gelap” kasat mata dan 72 persen energi gelap yang belum-terjelaskan.
Selama penelitian BOSS terhadap galaksi-galaksi, komputer yang menganalisis spektrum cahaya yang dipancarkan galaksi mengungkap puluhan lensa gravitasional, yang ditemukan karena tanda-tanda alam dari dua galaksi yang berbeda berada dalam satu garis.
Gambar dari Teleskop Luar Angkasa Hubble ini sama dengan gambar sebelumnya, tapi tidak melalui pengolahan yang sama. Hasilnya, cincin Einstein dari galaksi jauh menjadi kurang tajam, namun galaksi “lensa gravitasional”-nya menjadi terlihat pada bagian tengah gambar. (Kredit: Joel Brownstein, Universitas Utah, untuk NASA/ESA dan Sloan Digital Sky Survey)
Studi Bolton melibatkan 79 lensa gravitasional yang terobservasi dari dua survei:
·         Survei Sloan dan Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang mengumpulkan gambar serta spektrum warna pancaran sinar dari galaksi-galaksi tua yang jaraknya relatif dekat — meliputi 57 lensa gravitasional — 1 milyar hingga 3 milyar tahun di masa lalu.
·         Survei lain yang mengidentifikasi 22 lensa di antara galaksi-galaksi muda yang berjarak lebih jauh, dari 4 miliar hingga 6 miliar tahun di masa lalu.
Cincin cahaya di seputar galaksi lensa gravitasional dinamakan “Cincin Einstein” karena Albert Einstein pernah memprediksi efeknya, meskipun Beliau bukanlah orang pertama yang melakukannya.
“Galaksi-galaksi yang lebih jauh mengirimkan sinar cahaya yang berpencar, namun sinar-sinar yang melintas di dekat galaksi yang lebih dekat bisa dibengkokkan menjadi kesatuan sinar cahaya yang tampak oleh kita sebagai cincin cahaya di seputar galaksi dekat,” kata Bolton.
Semakin besar jumlah materi dalam sebuah galaksi lensa, maka semakin besar pula cincinnya. Itu tampaknya berlawanan dengan intuisi, namun massa yang lebih besar memiliki tarikan gravitasi yang cukup untuk membuat jalur lintasan cahaya bintang jauh sedemikian menikung sehingga bisa terlihat oleh pengamat, menciptakan sebuah cincin yang lebih besar.
Jika terdapat lebih banyak materi yang terkonsentrasi di dekat pusat galaksi, bintang-bintang yang lebih cepat akan terlihat bergerak mendekati atau menjauhi pusat galaksi, kata Bolton.
Teori-teori Alternatif
Bolton dan rekan-rekannya mengakui bahwa pengamatan mereka ini dapat dijelaskan dengan teori-teori lain selain gagasan galaksi yang semakin memadatkan pusatnya dari waktu ke waktu:
·         Gas yang runtuh untuk membentuk bintang dapat meningkatkan konsentrasi massa dalam sebuah galaksi. Bolton berpendapat bintang-bintang dalam galaksi tersebut sudah terlalu tua untuk menguatkan penjelasan ini.
·         Gravitasi dari galaksi-galaksi terbesar menanggalkan galaksi-galaksi “satelit” pada pinggirannya, meninggalkan lebih banyak massa yang terkonsentrasi di pusat galaksi satelit. Bolton berpendapat proses tersebut tidak mungkin bisa menghasilkan konsentrasi massa yang telah terobservasi dalam studi baru ini dan menjelaskan bagaimana tingkat massa pusat berkembang dari waktu ke waktu.
·         Para peneliti hanya mendeteksi batas pada tiap galaksi antara wilayah bagian dalam yang didominasi bintang dan wilayah bagian luar, yang didominasi materi gelap kasat mata. Berdasarkan hipotesis ini, tampilan konsentrasi massa galaksi yang berkembang dari waktu ke waktu itu adalah karena adanya suatu kebetulan dalam metode pengukuran dari para peneliti – mereka mengukur galaksi-galaksi muda pada area yang lebih jauh dari pusatnya dan mengukur galaksi-galaksi tua pada area yang lebih dekat dari pusatnya, menghadirkan ilusi konsentrasi massa di pusat galaksi yang bertumbuh dari waktu ke waktu. Bolton berpendapat bahwa perbedaan pengukuran ini terlalu kecil untuk menjelaskan pola yang terobservasi pada kepadatan materi di dalam galaksi-galaksi lensa.

Matahari Tidur, Bumi Membeku

Cuaca dingin ekstrem melanda kawasan lintang tinggi bumi. Fenomena ini, antara lain, disebabkan oleh matahari yang tidur berkepanjangan. Dampaknya menjadi terasa berat karena semakin diperparah oleh adanya pemanasan bumi dan perubahan iklim global. Sejak Desember lalu, suhu ekstrem terus melanda kawasan Lintang Utara, yaitu mulai dari benua Amerika, Eropa, hingga Asia. Di Eropa, suhu dingin bulan lalu pernah mencapai minus 16 derajat celsius di Rusia dan minus 22 derajat celsius di Jerman. Bagi Inggris, ini suhu ekstrem terdingin dalam 30 tahun terakhir. Jalur transportasi ke Perancis lumpuh.
Amerika Serikat pun mengalami hal yang sama. Serbuan cuaca ekstrem ini berdampak pada kegagalan panen di Florida dan menyebabkan dua orang meninggal di New York. Kejadian luar biasa yang berskala global ini diyakini para pengamat meteorologi dan astronomi berkaitan dengan kondisi melemahnya aktivitas matahari yang ditandai menurunnya kejadian bintik matahari atau sunspot . Bintik hitam yang tampak di permukaan matahari melalui teropong bila dilihat dari sisi samping menyerupai tonggak yang muncul dari permukaan matahari. Tonggak itu terjadi akibat berpusarnya massa magnet di perut matahari hingga menembus permukaan.
Akibat munculnya bintik hitam berdiameter sekitar 32.000 kilometer atau 2,5 kali diameter rata-rata bumi, suhu gas di fotosfer dan khromosfer naik sekitar 800 derajat celsius dari normalnya. Hal ini dapat mengakibatkan badai matahari dan ledakan cahaya yang disebut flare. Namun, yang terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah matahari non-aktif. Menurunnya aktivitas matahari itu berdasarkan pantauan Clara Yono Yatini, Kepala Bidang Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), mulai terlihat sejak tahun 2000.
Para pakar astrofisika matahari di dunia menyebutkan, tahun 2008 sebagai tahun dengan hari tanpa bintik matahari yang tergolong terendah dalam 50 tahun terakhir. Mereka memperkirakan beberapa tahun sesudah 2008 akan menjadi tahun-tahun yang dingin, kata Mezak Ratag, pakar astrofisika yang tengah merintis pendirian Earth and Space Science Institute di Manado, Sulawesi Utara.
Pengukuran kuat medan magnet bintik matahari dalam 20 tahun terakhir di Observatorium Kitt Peak Arizona menunjukkan penurunan. Dari medan magnet maksimum rata-rata 3.000 gauss pada awal 1990-an turun menjadi sekitar 2.000 gauss saat ini. Penurunan sangat signifikan ini merupakan bukti bahwa hingga beberapa waktu ke depan matahari masih akan pada keadaan malas, kata Mezak. Ia memperkirakan kalau aktivitas maksimumnya terjadi pada sekitar tahun 2013, tingkatnya tidak akan setinggi maksimum dalam beberapa siklus terakhir.
Matahari dan iklim

Saat matahari redup berkepanjangan, musim dingin ekstrem berpotensi terjadi. Karena mataharisumber energi bagi lingkungan tata surya adalah penggerak mesin iklim di bumi. Sejak 1865, data di Lapan menunjukkan kecenderungan curah hujan berkurang saat matahari tenang. Demikian pula musim dingin parah sejak akhir 2009 terjadi saat matahari amat tenang ( deep minimum ) mirip kejadian 1995 -1996, urai Thomas Djamaluddin, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lapan.
Bukti keterkaitan dengan perilaku matahari ini ditunjukkan oleh fenomena kebalikannya, yaitu musim dingin minim salju, saat matahari aktif pada tahun 1989. Musim dingin sangat panjang terjadi saat minimum Maunder tahun 1645-1716 dan minimum Dalton awal 1980-an. Kondisi serupa terjadi pada 1910-1914. Itu banyak dikaitkan dengan dinginnya laut pada musibah tenggelamnya Titanic pada April 1912. Normalnya, waktu itu sudah musim semi.
Sementara itu, Mezak berpendapat, pola aktivitas matahari minimum saat ini mirip dengan kejadian tahun 1880, 1890, 1900, dan 1910. Jadi, siklus matahari tidak hanya menunjukkan siklus sebelas tahun. Ada siklus lebih panjang dengan periode sekitar 100 tahunsiklus Gleisberg. Dalam catatan meteorologis, saat terjadi siklus itu banyak cuaca ekstrem dingin, tetapi tidak seekstrem Minimum Maunder.
Cuaca dan GRK

Efek aktivitas matahari minimum lebih banyak memengaruhi daerah lintang tinggi. Aktivitas matahari sejak sekitar tahun 2007 hingga kini memperbesar peluang terjadinya gradien suhu yang besar antara lintang tinggi dan lintang rendah. Akibatnya, kecepatan komponen angin arah utara-selatan (meridional) tinggi.
Prof CP Chang, yang mengetuai Panel Eksekutif Monsun Badan Meteorologi Dunia (WMO), berkesimpulan, aktivitas monsoon lintas-ekuator yang dipicu gradien suhu yang besar di arah utara-selatan akhir-akhir ini meningkat secara signifikan dibanding dengan statistik 50 tahun terakhir. Hal ini memperkuat dugaan, aktivitas matahari minimum yang panjang berkaitan erat dengan cuaca ekstrem dingin. Di Indonesia, kejadian angin berkecepatan tinggi lintas ekuator menjadi penyebab utama munculnya gelombang-gelombang tinggi dari Laut China Selatan ke perairan Laut Jawa.
Adanya gas rumah kaca di atmosfer, lanjut Thomas, juga meningkatkan suhu udara yang menyebabkan perubahan iklim. Efek gabungannya cenderung tingkatkan kerawanan bencana terkait iklim, kata Thomas.
Teori pemanasan global mengatakan, atmosfer yang memanas membuat partikel-partikel udara menjadi semakin energetik dan berpotensi menghasilkan cuaca ekstrem. 

Penemuan Terbaru Yang Menggegerkan Teori Fisika Modern

Belum lama berselang, tepatnya tanggal 5 Juni yang lalu, suatu berita
besar iptek muncul dari sebuah konperensi fisika “Neutrino 98″ yang
berlangsung di Jepang. Neutrino, salah satu partikel dasar yang jauh lebih
kecil daripada elektron, ternyata memiliki massa, demikian laporan dari
suatu tim internasional yang tergabung dalam eksperimen
Super-Kamiokande. Tim ahli-ahli fisika yang terdiri dari kurang lebih 120 orang dari
berbagai negara termasuk AS, Jepang, Jerman, dan Polandia tersebut
melakukan penelitian terhadap data-data yang dikumpulkan selama setahun oleh
sebuah laboratorium penelitian neutrino bawah tanah di Jepang.
Jika laporan ini terbukti benar dan dapat dikonfirmasi kembali oleh tim
lainnya maka akan membawa dampak yang sangat luas terhadap beberapa
teori fisika, terutama pembahasan mengenai interaksi partikel dasar, teori
asal mula daripada alam semesta ini serta problema kehilangan massa
(missing mass problem) maupun teori neutrino matahari.
Neutrino, atau neutron kecil, adalah suatu nama yang diberikan oleh
fisikawan dan pemenang hadiah Nobel terkenal dari Jerman: Wolfgang Pauli.
Neutrino adalah partikel yang sangat menarik perhatian para fisikawan
karena kemisteriusannya. Neutrino juga merupakan salah satu bangunan
dasar daripada alam semesta yang bersama-sama dengan elektron, muon, dan
tau, termasuk dalam suatu kelas partikel yang disebut lepton. Lepton
bersama-sama dengan enam jenis partikel quark adalah pembentuk dasar semua
benda di alam semesta ini.
Ditemukan secara eksperimental pada tahun 1956 (dalam bentuk anti
partikel) oleh Fred Reines (pemenang Nobel fisika tahun 1995) dan Clyde
Cowan, neutrino terdiri dari 3 rasa (flavor), yakni: neutrino elektron,
neutrino mu dan neutrino tau. Neutrino tidak memiliki muatan listrik dan
selama ini dianggap tidak memiliki berat, namun neutrino memiliki
antipartikel yang disebut antineutrino. Partikel ini memiliki keunikan karena
sangat enggan untuk berinteraksi. Sebagai akibatnya, neutrino dengan
mudah dapat melewati apapun, termasuk bumi kita ini, dan amat sulit untuk
dideteksi.
Diperkirakan neutrino dalam jumlah banyak terlepas dari hasil reaksi
inti pada matahari kita dan karenanya diharapkan dapat dideteksi pada
laboratorium di bumi. Untuk mengurangi pengaruh distorsi dari sinar
kosmis, detektor neutrino perlu ditaruh di bawah tanah. Dengan mempergunakan
tangki air sebanyak 50 ribu ton dan dilengkapi dengan tabung foto
(photomultiplier tube) sebanyak 13 ribu buah, tim Kamiokande ini menemukan
bahwa neutrino dapat berosilasi atau berganti rasa. Karena bisa
berosilasi maka disimpulkan bahwa neutrino sebenarnya memiliki massa.
Penemuan ini sangat kontroversial karena teori fisika yang selama ini
kerap dipandang sebagai teori dasar interaksi partikel, yakni disebut
teori model standard, meramalkan bahwa neutrino sama sekali tidak
bermassa. Jika penemuan neutrino bermassa terbukti benar maka boleh jadi akan
membuat teori model standard tersebut harus dikoreksi.
Penemuan neutrino bermassa juga mengusik bidang fisika lainnya yakni
kosmologi. Penemuan ini diduga dapat menyelesaikan problem kehilangan
massa pada alam semesta kita ini (missing mass problem). Telah sejak lama
para ahli fisika selalu dihantui dengan pertanyaan: Mengapa terdapat
perbedaan teori dan pengamatan massa alam semesta? Jika berat daripada
bintang-bintang, planet-planet, beserta benda-benda alam lainnya
dijumlahkan semua maka hasilnya ternyata tetap lebih ringan daripada berat
keseluruhan alam semesta.
Para ahli fisika menganggap bahwa terdapat massa yang hilang atau tidak
kelihatan. Selama ini para ahli tersebut berteori bahwa ada partikel
unik yang menyebabkan selisih massa pada alam semesta. Namun teori
semacam ini memiliki kelemahan karena partikel unik yang diteorikan tersebut
belum pernah berhasil ditemukan.
Dari hasil penemuan tim Kamiokande ini dapat disimpulkan bahwa ternyata
partikel unik tersebut tidak lain daripada neutrino yang bermassa.
Menurut teori dentuman besar (Big Bang) alam semesta kita ini bermula
dari suatu titik panas luar biasa yang meledak dan terus berekspansi
hingga saat ini. Fisikawan Arno Penzias dan Robert Wilson (keduanya
kemudian memenangkan hadiah Nobel fisika tahun 1978) pada tahun 1965
menemukan sisa-sisa gelombang mikro peninggalan dentuman besar yang sekarang
telah mendingin hingga suhu sekitar 3 Kelvin. Namun salah satu hal yang
masih diperdebatkan adalah masalah ekspansi alam semesta itu sendiri.
Apakah hal ini akan terus menerus terjadi tanpa akhir? Penemuan neutrino
bermassa diharapkan akan bisa menjawab pertanyaan yang sulit ini.
Bayangkan suatu neutrino yang sama sekali tidak bermassa, seperti yang
diperkirakan selama ini. Gaya gravitasi tentu tidak akan berpengaruh
sama sekali pada partikel yang tidak memiliki berat. Namun apa yang
terjadi jika neutrino ternyata memiliki berat? Dalam jumlah yang amat sangat
banyak neutrino-neutrino ini tentu akan bisa mempengaruhi ekspansi alam
semesta. Tampaknya ada kemungkinan ekspansi alam semesta suatu saat
akan terhenti dan terjadi kontraksi atau penciutan kembali jika ternyata
neutrino memiliki massa.
Terakhir masih ada satu lagi problem fisika yang akan diusik oleh hasil
penemuan ini yaitu problem neutrino matahari, dimana terjadi selisih
jumlah perhitungan dan pengamatan neutrino yang dihasilkan oleh matahari
kita.
Untuk keabsahan penemuan ini tim internasional dari eksperimen super
Kamiokande dalam laporannya juga mengajak tim-tim saintis lainnya untuk
mengkonfirmasi penemuan mereka. Namun menurut pengalaman di masa lalu,
laporan osilasi neutrino dan neutrino bermassa selalu kontroversi dan
jarang bisa dikonfirmasi kembali.
Untuk sementara ini para ahli harus sabar menunggu karena eksperimen
semacam ini hanya bisa dilakukan oleh segelintir eksperimen saja di
seluruh dunia. Yang pasti jika hasil penemuan ini memang nantinya terbukti
benar maka jelas dampaknya akan sangat terasa pada beberapa teori fisika
modern.

PRAKTIKUM FISIKA

A. Judul                                  : Hukum Ohm

B. Tujuan Percobaan                : Mempelajari hubungan antara tegagan dan kuat arus yang                mengalir dalam sebuah rangkaian.

C. Landasan Teori                   :
Dalam arus listrik terdapat hambatan listrik yang menentukan besar kecilnya arus listrik. Semakin besar hambatan listrik, semakin kecil kuat arusnya, dan sebaliknya. George Simon Ohm (1787-1854), melalui eksperimennya menyimpulkan bahwa arus I pada kawat penghantar sebanding dengan beda potensial Vyang diberikan ke ujung-ujung kawat penghantar tersebut.
Besarnya arus yang mengalir pada kawat penghantar tidak hanya bergantung pada tegangan, tetapi juga pada hambatan yang dimiliki kawat terhadap aliran elektron. Kuat arus listrik berbanding terbalik dengan hambatan.
Dengan demikian, arus I yang mengalir berbanding lurus dengan beda potensial antara ujung-ujung penghantar dan berbanding terbalik dengan hambatannya.Pernyataan ini dikenal dengan HukumOhm, dan dinyatakan dengan persamaan

D. Alat Dan Bahan     :
Ø  Meter Dasar
Ø  Kabel penghubung merah
Ø  Kabel penghubung hitam
Ø  Papan rangkaian
Ø  Skalar satu kutub
Ø  Jembatan penghubung
Ø  Catu daya
Ø  Potensioner
Ø  Voltmeter 10V DC, 1 buah
Ø  Amperemeter 100mA, 1 buah


E. Langkah - langkah percobaan         :
Ø  Menyiapkan peralatan atau komponen sesuai dengan daftar alat dan bahan.
Ø  Membuat rangkaian
1. saklar dalam posisi terbuka (posisi 0)
2. Sebuah meter dasar 90 sebagai ampermeter dengan batas ukur 100 mA.
3. Meter dasar  90 lainya sebagai voltmeter dengan batas ukur 10 volt
Ø  Menghubungkan catu daya kesumber tegangan.
Ø  Menghubungkan rangkaian kecatu daya dengan mengunakan kabel penghubung.
Ø  Menghidupkan kecatu daya.
Ø  Mengatur potensioner sehingga voltmeter menunjukkan tegangan sekitar 2 volt. Kemudian baca dan catat hasilnya kedalam tabel.
Ø  Mengulangi langkah ke 5 sebanyak 3 kali, kemudian catat hasilnya kedalam tabel pada hasil pengamatan.

F. Tabel pengamatan :
No.
Tegangan (Volt)
Kuat arus (Ampermeter)
V/I
1.
1
4
0,25 Ω
2.
1,2
6
0,2 Ω
3.
2
10
0,2 Ω
4.
2,6
18
0,14 Ω
5.
3
12,5
0,24 Ω
6.
4
20
0,2 Ω
7.
5
24
0,2 Ω

G. Analisis data :
·         Dari percobaan pertama jarum pada voltmeter menunjukkan tegangan sebesar 1V, sedangkan kuat arus sebesar 4 A, dan menghasilkan hambatan sebesar 0,25Ω.
·         Percobaan kedua jarum pada voltmeter menunjukkan tengangan sebesar 1,2 V, pada percobaan jarum ketiga pada voltmeter menunjukkan hambatan sebesar 2V sedangkan kuat arus sebesar 6 A, pada percobaan ketiga menunjukkan kuat arus sebesar 10 A dan sama-sama menghasilkan hambatan sebesar 0,2Ω.
·         Pada percobaan yang ke empat tegangan sebesar 2,6 V  dan kuat arus sebesar 18 A sehingga menghasilkan hambatan sebesar 0,14Ω.
·         Pada percobaan ke lima, ke enam dan ke tujuh tegangan yang bermula 3V menjadi 4V dan 5 sedangkan kuat arus yang bermula 12,5A menjadi 20A dan 24A. Dan menghasilkan hambatan sebesar 0,24Ω dan 0,2Ω menjadi 0,21Ω.

H. Kesimpulan :
Ø  Jadi dapat disimpulakan semakin besar sumber tegangan maka semakin kuat arus yang dihasilkan.

LAPORAN PERCOBAAN FISIKA


Tujuan                       : Mengetahui pengaruh suhu terhadap volum pada tekanan tetap.

Dasar Teori                :
Pada termodinamika, temperature dan tekanan dihubungkan dengan persamaan P.V = n.R.T . Artinya, pada volume yang konstan, jika suhu dinaikkan maka tekanan gas juga akan naik, jika temperature diturunkan, tekanan ikut turun.

Alat dan Bahan         :

·         Penggaris dengan panjang 30 cm
·         Karet gelang ( 4 buah )
·         Termometer
·         Pemanas
·         Larutan Asam Sulfat
·         Pipa kaca kapiler
·         Bejana Kaca



Langkah Kerja          :
1.     Susunlah alat dan bahan seperti gambar di bawah ini !
2.     Nyalakanlah pemanas sampai larutan asam sulfat terlihat bergerak ke atas. ( perbandingan larutan asam sulfat dan air yang ditetesi ke dalam tabung reaksi  15 : 3 ).
3.     Catatlah tinggi kolom udara yang berada di bawah larutan asam sulfat untuk setiap kenaikan suhu 5̊C. Catatlah sampai 10 kali kenaikan suhu.







Tabel Hasil Pengamatan       :


No
Suhu (̊C)
Tinggi kolom (mm)
1
35
0,98
2
40
0,98
3
45
0,98
4
50
0,98
5
55
0,98
6
60
0,98
7
65
0,98
8
70
0,98
9
75
0,98
10
80
0,98
11
85
0,98
12
90
0,98
13
95
0,98
14
100
0,98



Faktor apa sajakah yang mempengaruhi hasil percobaan tersebut ?
Menurut kami faktor yang mempengaruhi tentu saja suhu, yang kedua adalah larutan yang terkandung. Terbukti dengan dicampur air maka asam sulfat tidak mengalami perubahan, berbeda dengan jika di dalam tabung tersebut hanya terisi larutan asam sulfat. Mengapa bisa begitu ? Menurut kami hal itu terjadi karena adanya penambahan konsentrasi air walaupun hanya perbandingannya 15:3 tetapi itu dapat sangat mempengaruhi.


Pembahasan              :

            Dari hasil percobaan kelompok kami tidak melihat adanya penambahan tinggi kolom udara dan menurut pendapat kami hal ini disebabkan karena dalam 15 tetes larutan H2SOdicampurkan dengan 3 tetes larutan H2O dan membuat larutan tersebut tidak mengalami penambahan tinggi kolom udara, walaupun suhunya selalu bertambah.


Saran                          :
            Menurut kami sebaiknya cairan H2SO4 sebaiknya tidak ditambahkan air, agar volume udara bisa naik.


Kesimpulan                :

            Faktor air mempengaruhi ada atau tidak adanya penambahan tinggi kolom udara.