Max Planck dan Temuannya dalam
Teori Kuantum
Max Planck (1858-1947),
ilmuwan fisika teori Jerman, yang mencetuskan gagasan awal tentang teori
kuantum. Ini lahir dari upayanya untuk menjelaskan teka-teki fisika yang
berkaitan dengan pancaran tenaga (energi) gelombang elektromagnet oleh benda
(hitam) panas. Pemecahannya ia temukan pada 1901 dengan anggapan bahwa “tenaga
gelombang elektromagnet dipancarkan dan diserap bahan dalam bentuk catu-catu
tenaga (diskrit) yang sebanding dengan frekuensi gelombang elektromagnet”. Catu
tenaga ini disebutnya kuanta (latin: sekian banyak: kuantum, bentuk
tunggalnya). Dengan demikian, tahun 1901 dicatat sebagai awal bergilirnya bola
teori kuantum. Namun, para fisikawan seangkatannya memandang gagasan Planck ini
tidak mempunyai makna fisika yang jauh melainkan sekadar sebagai suatu kiat
matematika belaka.
Empat tahun kemudian, pemuda
Albert Einstein (1879-1955) mencatat dirinya sebagai orang pertama yang
menerapkan gagasan Planck lebih jauh dalam fisika. Salah satunya, berkaitan
dengan “efek fotolistrik”, yaitu teka-teki terbebaskannya elektron-elektron
dari permukaan logam bila disinari cahaya (gelombang elektromagnet). Penjelasannya,
karena elektron-elektron itu ditumbuk dan ditendang keluar oleh kuanta-kuanta
cahaya yang berperilaku sebagai partikel (zarah). Kuanta cahaya ini disebut
Einstein, foton. Dengan demikian, cahaya (gelombang elektromagnet) yang mulanya
dipandang sebagai gelombang, kini diperlakukan pula sebagai partikel oleh
Einstein.
Bahwa foton menumbuk
elektron, seperti halnya tumbukan dua bola bilyard, kemudian dibuktikan dengan
percobaan oleh Arthur H. Compton (1892-1962) dari Amerika Serikat pada 1923, yang
mengabadikan namanya dengan peristiwa itu. Gelombang partikel
Gagasan foton Einstein kemudian diterapkan Louis de Broglie pada 1922, sebelum Compton membuktikannya, untuk menurunkan Hukum Wien (1896). Ini menyatakan bahwa “bagian tenaga elektromagnet yang paling banyak dipancarkan benda (hitam) panas adalah yang frekuensinya sekitar 100 milyar kali suhu mutlak (273 + suhu Celsius) benda itu”. Pekerjaan ini ternyata memberi dampak yang berkesan bagi de Broglie.
Gagasan foton Einstein kemudian diterapkan Louis de Broglie pada 1922, sebelum Compton membuktikannya, untuk menurunkan Hukum Wien (1896). Ini menyatakan bahwa “bagian tenaga elektromagnet yang paling banyak dipancarkan benda (hitam) panas adalah yang frekuensinya sekitar 100 milyar kali suhu mutlak (273 + suhu Celsius) benda itu”. Pekerjaan ini ternyata memberi dampak yang berkesan bagi de Broglie.
Pada musim panas 1923, de
Broglie menyatakan, “secara tiba-tiba muncul gagasan untuk memperluas perilaku
rangkap (dual) cahaya mencangkup pula alam partikel”. Ia kemudian memberanikan
diri dengan mengemukakan bahwa “partikel, seperti elektron juga berperilaku
sebagai gelombang”. Gagasannya ini ia tuangkan dalam tiga makalah ringkas yang
diterbitkan pada 1924; salah satunya dalam jurnal vak fisika Perancis, Comptes
Rendus.
Penyajiannya secara terinci
dan lebih luas kemudian menjadi bahan tesis doktoralnya yang ia pertahankan
pada November 1924 di Sorbonne, Paris. Tesis ini berangkat dari dua persamaan
yang telah dirumuskan Einstein untuk foton, E = hf dan p = h. Dalam kedua
persamaan ini, perilaku yang “berkaitan” dengan partikel (energi E dan momentum
p) muncul di ruas kiri, sedangkan ruas kanan dengan gelombang (frekuensi f dan
panjang gelombang , baca: lambda). Besaran h
adalah tetapan alam yang ditemukan Planck, tetapan Planck.
Secara tegas, de Broglie mengatakan bahwa hubungan di atas juga berlaku untuk partikel. Ini merupakan maklumat teori yang melahirkan gelombang partikel atau de Broglie.
Secara tegas, de Broglie mengatakan bahwa hubungan di atas juga berlaku untuk partikel. Ini merupakan maklumat teori yang melahirkan gelombang partikel atau de Broglie.
Untuk partikel, seperti
elektron, momentum p adalah hasilkali massa (sebanding dengan berat) dan
lajunya. Karena itu, panjang gelombang de Broglie berbanding terbalik dengan
massa dan laju partikel. Sebagai contoh, elektron dengan laju 100 cm per detik,
panjang gelombangnya sekitar 0,7 mm. Tantangan Tesis ini kemudian diterbitkan
pada awal 1925 dalam jurnal vak fisika Perancis, Annales de Physique. Namun,
luput dari perhatian para fisikawan. Bahkan, para penguji de Broglie hanya
terkesan dengan penalaran matematikanya tetapi tidak mempercayai segi
fisikanya.
Promotornya, Paul Langevin
(1872-1946), kemudian mengirimkan satu kopi kepada Einstein di Berlin, yang
ternyata memberi rekasi mendukung. Ia memandangnya lebih daripada permainan
matematika dengan menekankan bahwa gelombang partikel haruslah nyata. Berita
ini kemudian ia teruskan kepada Max Born (1882-1970), fisikawan teori Jerman,
di Gottingen.
Born kemudian menanyakan kemungkinan eksperimentalnya kepada James Franck (1882-1964), rekan sekerjanya, yang memberi tanggapan mendukung dengan menunjuk pada teka-teki hasil percobaan Clinton J. Davisson (1881-1958) dan asistennya Charles H. Kunsman dari Amerika Serikat pada 1922 dan 1923. Keduanya mengamati bahwa permukaan logam yang ditembaki dengan berkas elektron selain memancarkan kembali elektron-elektron dengan tenaga yang sangat rendah, ternyata ada pula yang memiliki tenaga sama dengan elektron semula.
Born kemudian menanyakan kemungkinan eksperimentalnya kepada James Franck (1882-1964), rekan sekerjanya, yang memberi tanggapan mendukung dengan menunjuk pada teka-teki hasil percobaan Clinton J. Davisson (1881-1958) dan asistennya Charles H. Kunsman dari Amerika Serikat pada 1922 dan 1923. Keduanya mengamati bahwa permukaan logam yang ditembaki dengan berkas elektron selain memancarkan kembali elektron-elektron dengan tenaga yang sangat rendah, ternyata ada pula yang memiliki tenaga sama dengan elektron semula.
Teka-teki ini kemudian
terjelaskan oleh Walter Elsaser, mahasiswa Born, pada tahun 1925 dalam sebuah
makalah ringkas dengan menggunakan gagasan gelombang de Broglie. Namun sayang,
para fisikawan eksperimen tidak terkesan dengan tafsir ulang ini terhadap data
percobaan mereka – apalagi oleh seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang sama
sekali belum dikenal.
Dukungan dan hadiah Nobel Pada
tahun 1926 barulah nampak suatu terang! Erwin Schrodinger (1887-1961),
fisikawan teori Austria, merumuskan suatu persamaan matematika yang
mengendalikan kelakuan rambatan gelombang partikel dalam berbagai sistem
fisika. Ini sama halnya dengan persamaan gerak Newton dalam mekanika Newton
(klasik) yang mengendalikan kelakuan gerak partikel. Karya Schrodinger ini
melahirkan mekanika baru yang dikenal sebagai mekanika gelombang atau lazimnya
disebut mekanika kuantum. Penerapannya pada struktur atom berhasil menjelaskan
berbagai data pengamatan dengan begitu mengesankan, tanpa dipaksa, sehingga
menyentakkan para fisikawan untuk menerima gagasan de Broglie.
Dukungan berikutnya datang dari Amerika Serikat, oleh Clinton J. Davisson dan
Lester H. Germer (1896 – ?.), yang menerbitkan hasil percobaan mereka pada
1927, bahwa elektron memang memperlihatkan perilaku gelombang. Bukti yang sama
tetapi dengan metode percobaan yang berbeda juga dilaporkan oleh George P.
Thomson (1892-1975) dari Inggris pada waktu itu.
Dukungan bukti-bukti percobaan ini kemudian mengukuhkan penerimaan gelombang partikel yang diikuti dengan dianugerahkannya hadiah Nobel Fisika (tunggal) 1929 bagi Louis de Broglie. Suatu penghargaan keilmuan bergengsi yang patut bagi karya ilmiahnya yang begitu revolusioner.
Dukungan bukti-bukti percobaan ini kemudian mengukuhkan penerimaan gelombang partikel yang diikuti dengan dianugerahkannya hadiah Nobel Fisika (tunggal) 1929 bagi Louis de Broglie. Suatu penghargaan keilmuan bergengsi yang patut bagi karya ilmiahnya yang begitu revolusioner.
0 komentar:
Posting Komentar